Manusia memiliki kepekaan perasaan, kemampuan berfikir, namun masalah-masalah yang dihadapi, keinginan-keinginan yang tak terpenuhi didalam diri menjadikan kemelut membuatnya menjadi seakan-akan kehidupan didepan mata lebih sempit dari lubang jarum. Walau kenyataan jika dilihat dan terlihat berbagai kenikmatan dunia tersedia untuknya. Kita terkungkung oleh kenikmatan dan kesengsaraan. Ketika rezeki berlimpah berkuasa, merasa sangat kuat hingga semena-mena, memandang hina rendah kepada mereka yang dibawah, menjadikan hayalan sebagai cita-cita.
Ketika berbagai kesulitan menerpa, merasa sangat rendah dan hina timbul rasa iri dengki benci kepada mereka yang diatas dan kelihatannya sedang berada. Nikmat, sengsara, senang, susah, hina, mulia, miskin, kaya adalah ujian dan cobaan hingga ajal menjemput kita. Memang hidup dimuka bumi ini warna warni, tak mudah menemukan makna dan kemuliaan hidup yang sebenarnya. Tak sedikit yang menyia-nyiakan hidup, hidup sekedar hidup matipun tak berarti. Hidup laksana mengejar layang-layang putus, lelah dan akhirnya meninggal tak bermakna. Betapa ruginya jika menjadi manusia yang jasadnya hidup, namun kesadarannya mati. Jasadnya hidup namun rasa, pikir dan nuraninya mati suri. Mati sebelum mati.
Bukankah Allah SWT telah berfirman dalam Al Qur’an surat Ali Imran (3) ayat 102:
”Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa,
dan janganlah kamu mati kecuali kamu Islam”
Artinya, hiduplah dalam Islam baru mungkin mencapai mati dalam Islam…